“Aceh boleh capai kemajuan lebih dari Malaysia. (Kerana) Aceh memiliki kebolehan yang diperlukan untuk mencapai kemajuan.”
Tun Dr. Mahathir Mohamad (9 Sep 2009)
Aceh atau juga sering dieja sebagai Acheh, Acheen, Atjeh dan beberapa nama lain mengikut Encyclopedia Britannica (1998) adalah suatu kawasan yang sekarang dikenali sebagai Provinsi Aceh di Indonesia. Sebelum bergabung dengan Indonesia pasca perang dunia ke-2, Aceh adalah suatu kesultanan Islam yang merupakan penggabungan beberapa kerajaan Islam di wilayah berkenaan sekitar abad ke-13 Masehi. Sebelum itu, antara abad ke-7 sehingga abad ke-13, di tanah Aceh telah berdiri beberapa kesultanan Islam besar lainnya yang banyak dibincangkan dalam sejarah antaranya kerajaan Islam Peureulak, kerajaan Islam Samudera Pasai, dan kerajaan Islam Pedir.

Dalam dunia politik kenegaraan dan hubungan internasional, mungkin perkataan "demokrasi" sudah menjadi "selebriti" yang menjadi buah bibir orang-orang. Perkataan ini menjadi satu standard untuk menilai kualitas suatu negara. Padahal tidak ada siapa yang dapat memaknai apakah sebenarnya arti demokrasi tersebut.

Lihatlah pendapat Tun Dr. Mahathir Mohamad dalam blognya (http://www.chedet.co.cc/) tentang bagaimana negara-negara melihat arti demokrasi dan bagaimana negara-negara dunia ke-3 telah "tertipu" oleh jargon tersebut. Berikut saya salin kembali pendapat Dr. Mahathir tersebut untuk renungan kita.

Bila diurut dari sejarah, maka perjuangan ummat Islam Aceh melawan kezaliman dan mempertahankan syariat Islam sampai tahun ini telah berumur 128 tahun. Tidak hanya itu, ummat Islam Aceh turut membantu negeri-negeri lain dari penjajahan dan kezaliman termasuk Indonesia, Thailand, dan semenanjung Malaysia (termasuk Singapura). Berbagai kepentingan, kesenangan, kenikmatan, dan kehormatan serta nyawa telah dikorbankan ummat Islam Aceh demi menegakkan Islam dan membebaskan manusia dari penjajahan manusia atas manusia. Ummat Islam di Aceh sadar betul betapa pentingnya kemerdekaan untuk menjalankan agama, berdakwah, bekerja, membangun atas dasar ridha Allah. Semua ini dilakukan hanya karena ingin melihat agama Allah tegak di muka bumi ini.

Sinyalemen yang dilontarkan Teten Masduki, Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), pada harian Serambi Indonesia (Minggu, 08 Agustus 2004), sepatutnya membuat semua rakyat Aceh gelisah dan panik. Teten memprediksikan bahwa Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) bakal menjadi daerah sangat miskin dan sengsara apabila dana bagi hasil sumber daya minyak dan gas (Migas) tidak dikelola dengan baik dan benar. Prediksi ini bukanlah hal yang mustahil terjadi mengingat Migas-lah sumber andalan pembangunan NAD sekarang dan pada masa akan datang. Sinyalemen negatif seperti ini tidak saja timbul dari para pakar yang menguasai data dan fakta, bahkan prediksi ini juga datang dari rakyat lapisan bawah (grassroot) yang menunjukkan kepasrahan mereka tentang kondisi pembangunan Aceh sekarang dan harapan mereka pada masa depan.

Bulan suci Ramadan telahpun berlalu dengan tibanya bulan Syawal dimana berjuta-juta penganut Islam dari seluruh dunia menyambut hari raya Aidil Fitri yaitu hari kemenangan karena telah berhasil mengalahkan hawa nafsu selama sebulan penuh. Kepergian bulan Ramadan disambut dengan berbagai cara oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Ada yang menyambutnya dengan menumpahkan segala kemeriahan dan kegembiraan, namun ada pula yang menyambutnya dengan tangisan dan kesedihan dengan satu tanda tanya besar, “Akankah kita dapat bertemu kembali dengan bulan suci Ramadan pada tahun depan?”

Ummat Islam dewasa ini lambat sedar akan lingkungan di sekitarnya. Ummat sekarang banyak terlena. Seorang kawan dari Perancis pernah membuat sebuah research mengenai perilaku seekor katak. Ia mengambil sebaldi air panas, lalu seekor katak pun dilempar ke dalam baldi logam yang mengandungi air panas tadi. Dengan reflect, sang katak pun melompat keluar dari baldi dengan cepat. Berulang kali hal yang sama dilakukan, sang katak tetap melompat keluar dari baldi secara reflect. Lalu sebuah baldi logam lain diisi dengan air sejuk. Lalu seekor katak pun dilempar kedalamnya. Di dalam baldi ini sang katak merasa nyaman dan ia tidak mahu keluar dari baldi tersebut. Kemudian baldi yang berisi katak tersebut dibawa oleh penyelidik lalu ditempatkan di atas nyala api dengan tujuan memanaskan air sejuk yang ada dalam baldi logam tersebut. Api telah diatur sedemikian rupa sehingga air yang ada dalam baldi dapat panas secara perlahan dari semasa ke semasa. Apa yang berlaku terhadap katak tadi? Kerana ia tahu air dalam baldi akan panas secara perlahan, maka iapun tetap santai dan tidak bergerak keluar dari baldi tersebut. Pada saat ia merasakan bahawa air telah mula panas dan kaki nya tidak dapat lagi bergerak, saat itulah ia berusaha untuk keluar. Tapi apa boleh buat, ia tak dapat melakukannnya lagi. Ia pun mati dalam baldi yang dipanaskan itu.

Kisah seorang kawan .... dari Aceh!
(Diceritakan kembali. Beberapa perkataan telah dimodifikasi)

Aku tidak dilahirkan sebagai anak seorang pejabat tinggi negara. Aku bukan pula dilahirkan dari kalangan keluarga kaya. Tapi aku bersyukur kepada sang Pencipta bahwa aku dilahirkan dari keluarga yang islami dan menjadi anak bangsa Aceh yang memegang teguh panji Islam dan komit kepada Islam Kaffah sebagai ideologi tunggal.

Aku dilahirkan di daerah petro dollar Aceh Utara, tepatnya di daerah Lhok Sukon. Keadaan sekeliling aku yang membuat aku terbiasa dari kecil dengan berbagai kemajuan dan pembangunan. Biasa bagiku bergaul dengan orang dari berbagai kaum termasuk dari luar negara (atau biasa dipanggil bule’) dari kecil karena aku bertetangga dengan banyak karyawan asing PT. Arun NGL. Co. atau Mobile Oil. Kebiasaan itu berakhir ketika umurku 5 tahun dimana keluarga harus pindah ke ibukota Banda Aceh.

‘Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan’. Kalimat ini tidaklah keluar dari mulut seorang ahli sastera ataupun pujangga, melainkan ia keluar dari seorang presiden pemimpin besar revolusi pahlawan proklamator Indonesia, Bung Karno. Bung Karno sendiri amat menyayangi kalimat ‘bertuah’ ini karena hampir dalam setiap pidatonya, beliau selalu menyebutkan dan mengulang-ulangnya.

    Republik Indonesia merupakan sebuah negara yang telah melahirkan ribuan atau bahkan jutaan pahlawan, apakah yang tercatat dalam lembaran sejarah negara atau pun tidak. Bermacam panggilan telah dilekatkan pada sebutan pahlawan yang berjuang menegakkan negara Indonesia. Kita mengenal adanya sebutan pahlawan proklamasi, pahlawan kemerdekaan, pahlawan revolusi, pahlawan ampera, pahlawan supersemar, pahlawan trikora, dan ada sederet lagi sebutan yang dilekatkan padanya.

Beratus-ratus tahun yang silam sebelum datangnya agama Islam ke Aceh, sebahagian besar rakyat Aceh masih menganut kepercayaan animistik dan dinamistik dan sebahagiannya lagi menganut agama Hindu. Namun demikian, begitu Islam bertapak di Aceh, semua rakyat Aceh dengan serta merta memeluk Islam sebagai agama tunggal. Tidak ada rakyat Aceh yang memilih agama selain Islam.